Facebook Badge

Sabtu, 03 Desember 2016

Me Time dan Mindfullness ala Mahasiswa Profesi Psikolog

Menjalani hari-hari sebagai mahasiswa magister profesi psikologi membuat saya hampir tak bisa merasakan apa itu "me time". Dahulu rasanya saat bekerja saya masih meluangkan waktu saya sabtu minggu bermain, bersilaturahmi dengan keluarga ataupun sekedar duduk sambil menggambar atau menulis di dalam buku saya. Sayangnya, momen akan kesendirian itu semakin hilang sampai sekarang ini. "Me time" adalah waktu yang mungkin bagi saya sangat berharga saat ini. Sibuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan presentasi tugas, berjibaku di perpustakaan demi menyelesaikan paper tugas yang tak kunjung usai sungguh membuat saya semakin menghargai waktu sendiri.

Tradisi "me time" sendiri saya temukan saat saya berada di sebuah pelatihan kurang lebih tiga tahun yang lalu. Sejak saat itu saya semakin tau bahwa sungguh penting menikmati dunia sendiri tanpa ada yang mengganggu. Kemudian istilah ini semakin saya temukan saat masuk ke dunia kerja dan semakin kaya akan istilah ini saat memasuki bangku mahasiswa profesi saat ini. Beberapa minggu lalu, saya kedatangan sorang praktisi yang menyebut dirinya praktisi mindfullness. Mindfullness sendiri merupakan sebuah ilmu baru yang menjelaskan pentingnya memberikan ruang dan waktu bagi diri kita sendiri untuk merasakan apa yang kita sadari saat ini, apa yang kita dengar saat ini dan menyadari bagaimana fisik kita saat ini. Ilmu ini mengajarkan kita untuk lebih sadar akan apa yang kita lakukan saat ini. Fokus. Ya itu kata yang tepat untuk menggambarkan ilmu ini. Sebenarnya saya pernah juga membaca buku dengan konsep ini oleh salah seorang penulis dan praktisi mindfullness Adji Silarus. Buku tersebut juga mengajarkan saya makna untuk fokus dengan apa yang kita rasakan saat ini.

Sungguh rasanya setelah mengarungi semester ini, saya ingin mencari tempat teduh tanpa ada keramaian dan ingin merasakan suara alam dan suara denyut jantung saya sendiri. Saya ingin melepaskan semua beban dalam pikiran saya. Ingin mencoba menjadi orang yang tak mau salah menyikapi suatu hal. Ingin tenang. Mencoba berteman dengan segala hal yang saya hadapi. Mungkin keluarga saya beranggapan bahwa saya adalah anak yang selalu bergembira dan selalu menemukan energi dari diri orang lain alias extrovert. Sayang sekali tapi asumsi itu sudah tak berlaku sekarang. Semakin dewasa saya, saya semakin tenang dengan kesendirian yang saya hadapi. Saya kangen menyendiri. Saya kangen melihat teduhnya alam. Melihat matahari pagi dari pegunungan. Melupakan semua beban. Menikmati ciptaan tuhan. Bersyukur. Kemudian baru memulai babak baru hidup berikutnya.

Sebenarnya ingin sekali pulang ke rumah, menikmati masakan mamak. Berenang bersama ayah. Menikmati ceramah minggu di mesjid. Sarapan pagi di rumah nenek. Siang bermain bersama keponakan. Rasanya sungguh manis setiap hal ada di rumah. Namun, beberapa tahun ini pulang ke rumah rasanya membuat saya semakin banyak kepikiran. Menikah. Calon yang sudah menanti. Tinggal mengatakan iya. Membuat saya semakin was-was untuk pulang. Belum lagi hasil semester yang keluar saat liburan. Membuat beban bagi saya pribadi.

Rasanya ingin sekali liburan tapi tak memikirkan hal itu. Kalau kata keluarga besar saya, menikahlah biar bisa liburan dengan pasangan. Sungguh lucu ya. Yang ditanya liburan yang dikasih pikiran. Hahaha. Bukan tak mau menikah cepat. Tapi saya cukup tau pribadi saya belum mampu mengurus suami atau pasangan dikala tugas buat bergadang lebih penting dari pada membuat masakan untuk suami. Apa kata mertua kalau menantunya tak bisa mengurus anaknya. Hahaha. Ironi. Tapi memang itu realistis. Baru kemarin saya bergadang di apartemen teman saya untuk mengerjakan laporan alat ukur dan hanya menggunakan 2 jam untuk waktu tidur. Masih sempat nguru suami lagi? Hahahaha. Memang hebat ada yang bisa berumah tangga sambil menjalani mahasiswa profesi ini.

Baiklah, saya sepertinya kebanyakan curcol keluhan selama menjadi mahasiswa ya. Padahal kalau diingat dahulu dua tahun yang lalu saya begitu berjuang untuk mendapatkan bangku mahasiswa profesi ini. Mencoba apply di sebuah kampus ternama di Jogja kemudian hasilnya tak diterima. Alhasil saya "acceptance" menerima semua hal ini. Mengumpulkan energi lagi. Tak menyerah dan mencoba lagi di kampus ternama Jakarta. Alhamdulilah keterima dengan segala drama yang ada. Sungguh seharusnya saya tak boleh berkeluh kesah akan semua hal ini. Saya harus bersyukur karna diberi kesempatan mendapatkan ilmu dibangku profesi yang direbutkan oleh ratusan orang *pendaftar saat saya apply magister profesi di kampus saya sekarang.

Baiklah, saya selalu menghargai setiap perjuangan saya karenanya saya berusaha untuk mendapatkan hasil yang baik semester ini. Setelah semester ini berkahir, maka bolehkah saya menikmati liburan sejenak dengan tidak memikirkan beban hidup sebentar? Bolehkah saya tak memikirkan tuntutan hidup seperti "menikah" dulu? Bolehkah saya "me time" untuk merasakan apa yang sudah saya dapati saat ini? Bolehkah saya "mindfullness" untuk memberikan kesadaran kepada diri saya agar lebih banyak bersyukur dengan apa yang sudah diberikan tuhan?

Maka, rasanya setiap ketikan dalam tulisan ini membuat saya semakin bisa mengeluarkan elemen-elemen negatif dari diri saya. Penat dan keluh dalam pikiran saya. Beban yang terasa tak berakhir di setiap hari saya. Semoga bulan desember ini saya bisa menemukan hari sendiri untuk menikmati hidup saya. Hmm, me time dimana ya enaknya? ke bandung terus main ke bukit sendiri? atau me time di depok aja? sambil nangkring di danau kampus menuliskan refleksi hidup selama semester ini? 

Intiny saya rindu bisa seperti ini

Minggu, 24 Juli 2016

Melayu Stories Part 1

Assalamualaikum pembaca dan new be membaca blog saya.
Terima kasih sudah ikut mengunjungi blog saya.

Kali ini saya ingin bercerita mengenai etnis atau istilahnya suku. Indonesia terkenal sekali dengan diversity alias keberagamannya terutama dalam etnis dan juga agama. Sabang sampai merauke memiliki suku dan etnis yang berbeda. Sama halnya ditempat kota kelahiran saya ini. Medan. Medan adalah ibukota dari propinsi sumatera utara. Suku asli kota ini adalah Melayu. 
Nah, kalau ditanya mengenai melayu, apa yang terbesit dalam pikiran kamu?
Pencak Silat?
Kepulauan riau?
Upin & Ipin?
Pantun?

Yup, semua jawaban kamu ga ada yang salah kok. Kalau kita bicara soal melayu memang kita tidak akan lepas dari pulau sumatera. Hampir sebagian propinsi di sumatera memiliki latar belakang etnis melayu. Antara lain sumatera utara, riau, jambi, bengkulu dan juga sumatera selatan (palembang). Beberapa propinsi ini masih kental sekali dengan adat dan nilai-nilai melayunya. 




Kamis, 02 Juni 2016

Sang Ayah dan Kesederhanaannya

Setiap orangtua pasti sayang anaknya Tak ada orang tua yang tak sayang anaknya

Dear Ayah

Ayah dan aku saat di depan kantor post Jogja

Ayah sudah berjuang menuruti semua keinginanku, kuliah ditempat mahal inipun tetap ia lakukan. 

Tapi pernahkah kau mendengar keinginannya rahmah? Apa terakhir kali keinginannya?

Ia ingin aku menikah secepatnya dengan orang yang ia percayai. Itu permintaannya. Itu terakhir yang aku ingat. Sudahkah kau lakukan sudahkah kau dengar?

Belum, Ya aku membantahnya memarahinya seakan-akan aku tak memerlukan kehadirannya lagi. Tapi disaat begini aku begitu tergantung pada dirinya. Tergantung pada uangnya. Tergantung pada materi. Di saat susah aku ingat ayah. Tapi saat senang aku melupakan ayah. Sungguh aku anak yang jahat. Aku benci diriku sendiri. Aku benci aku yang pembohong ini. Aku benci terus begini. Aku benci diriku sendiri. 

Ayah, mungkin aku ga bisa bilang langsung betapa aku suka sekali membantahmu, hingga di usia inipun aku suka membentakmu. Membuatmu mengeluarkan suara besar, kemarahanmu didepan orang banyak. 

Ayah, maafkan aku. Ayah, doakan aku biar bisa membalas semua kebaikanmu. Sungguh aku masih belum ada apa-apa membalas semua kebaikanmu. Sungguh hal ini aku tak ingat tapi tak bisa ayah, aku tak bisa mengalihkan hal bersalahku ini dengan bercerita dengan orang lain. Karna sesungguhnya aku yang tau kau sebenarnya. Orang lain tak tahu. Mereka tak tahu betapa sedih aku sebenarnya melakukan keburukan ini padamu. Sungguh ditengah kesendirian ini aku menuliskan hal ini sebagai bukti untuk suatu saat nanti aku pernah menitiskan air mata untuk penyesalanku ini. Aku mau seperti anak-anak yang lain yah. Sungguh. Hanya doa yang bisa aku sampaikan dari sini ayah. Doa agar kau sehat selalu. Sehat dan bisa melihatku berdampingan di hari pernikahanku bersama siapapun pria itu. Pria yang menurutmu pantas denganku. 

Ayah, aku sayang padamu. Kau adalah cinta pertamaku. 

Jumat, 27 Mei 2016

Entahlah dan Kamu

Mei, teruntuk kita yang sudah jalani hubungan ini selama hampir 4 bulan. 

Aneh rasanya diawal. Bisa menjalani hubungan denganmu. Temanku sendiri. Teman yang tak pernah terbesit dipikiranku akan megutarakan isi hatinya untukku. Hampir setahun kita tak pernah bertemu. Hampir setahun pula aku tak tau kabarmu dan kau tak tau kabarku. Entahlah, begitu mungkin kosakata yang tepat untuk interpretasi peristiwa ini. Entahlah, bagiku aneh. Bagiku hubungan ini hanya luapan pelarian cintamu yang kandas. Sedangkan bagiku jua hubungan ini hanya dimulai karna saat itu aku butuh sandaran hebat setelah melalui cerita perjodohan yang amat menyita hari-hari bahkan bulan-bulanku di tahun 2015. Kita berdua ditemukan oleh kisah yang pahit. Entahlah, apa yang akan terjadi di akhir. Entahlah akan lebih pahit atau malah akan berubah 180 derajat menjadi terasa amat manis. 

Egois-ku yang selalu besar sering membuatku ingin sendiri dan beranggapan kau tak ada. Bukan sosok yang penting dan bukan pula sosok yang aku andalkan. Mungkinkah karena aku beberapa tahun ini aku sendiri. Amat terbiasa bagiku tanpa memerlukan bantuan siapapun kecuali keluargaku sendiri. Sungguh aku tak bermaksud memainkan rasa kekhawatiranmu, rasa sayangmu dan rasa cintamu. Namun inilah aku dengan segala kekuranganku. Entahlah, rasaku tak elok hubungan ini. Apakah ini proses yang harus kita lalui sebelum kita akan berakhir bersama? 

Tak ku pungkiri pula, perbedaan suku dan nilai budaya serta latar belakang keluarga kita membuatku semakin enggan berkata hubungan ini akan baik-baik saja. Setiap kali membahas jodoh maka selalu saja keluarga besarku membawa-bawa suku. Sukumu begitu amat terasa tak sesuai dengan mereka. Berbagai pengalaman mereka akan sukumu membuatku tak akan mungkin berani mengenalkanmu dihadapan mereka. Bagi mereka aku layak mendapatkan orang yang sesuai dengan standart dan idaman mereka. Mereka tak pernah menjamin akan kebahagiaanku jikalau aku bersama orang diluar suku itu. 

Sungguh aku tak pernah akan sanggup lagi membantah mereka. Keingiananku dan ambisiusku selalu mereka penuhi tak peduli berapapun materi. Hingga disatu titik aku pernah menghakimi mereka karena keinginan mereka agarku menikah secepatnya dengan pilihan mereka. Lari dari hal itulah aku dipertemukan denganmu. Layaknya seperti kisah film sastra minang yang menceritakan seorang pria jatuh cinta pada seorang wanita. Mereka mengikat kasih kemudian lari dari kodrat perjodohan. Namun, diakhir cerita wanita harus tetap memilih membahagiakan keluarga atau membahagiakan keegoisan diri sendiri.

Entahlah dan kamu begituku rasa saat ini. Jauhnya jarak yang harus kita hadapi. Mimpi-mimpi yang masih harus kau dan aku raih. Membuatku tak menemukan jalan tengah akan hubungan ini. Seorang penulis pernah berkata "Hati kita ini mudah berbolak balik, maka jangan pernah kau memiliki rasa lebih, karena nanti kau akan sulit melupai"

Harapanku saat ini. Hanya ingin kau bahagia baik denganku maupun orang lain. Harapanku saat ini. Kalau memang aku tak bisa berusaha sebaik mungkin, aku amat yakin tuhan punya caranya sendiri. Jika engkau lelaki itu maka tak ada yang tak mungkin bagi-Nya untuk kau memiliku seutuhnya diakhir cerita. 

Teruntuk aku dan kamu. Teruntuk apapun yang terjadi. Ingatlah kita adalah teman diawal cerita ini. Sungguhpun aku tak mau kehilanganmu sebagai teman. Karenanya tetaplah kita saling menguatkan jika badai datang dan kapal kita seandainya harus berpisah tujuan. Semoga ada hal indah yang bisa kita dapati dari kebersamaan ini. 

Aku dan kamu.



MENU BLOG SITI

Daftar Blog Saya

Followers